Kamis, 26 April 2012

Merubah malas menjadi semangat

26 April 2012

MALAS
itulah penyakit yang sering menghinggapi manusia. Tak peduli berapa usia manusia itu, penyakit itu mendera dan obatnya tidak mudah didapat. Membutuhkan tenaga ekstra untuk menghilangkan penyakit itu. Pus membutuhkan komitmen. Lengah sedikit, penyakit itu siap untuk "ngapelin" kita. Wits, bagi yang belum pernah pacaran, jangan pernah mau ya diapelin sama penyakit ini. hehehe

Hari ini hariku sangat bahagia, mungkin karena dimulai dari mimpi indahku. nyanyi dikit ya,,,
    semalam aku bermimpi
    Bertemu dengan dirinya
    Ingin rasa tuk mengulang
    Hangatnya .....
   STOP

yah, semalem mimpi indah banget. Ketemu mase, eh, bukan hanya ketemu. Tapi dibonceng motor muterin Semarang. ngebut puol.....sampai aku kepontang-panting. Pas lewat pantai aku liat pinguin banyak banget. Sungguh mimpi yang indah. Hmhmhm..Hanya mimpi..

Tapi karna itu, aku tersenyum dihari ini. kumulai ngerjain tugas TI, mencari Thesis berbahasa inggris dan meresume dengan bahasa Inggris. Padahal Bahasa Inggris adalah musuhku. Tapi aku bahagia pagi ini. Ditambah lagi pas spaneng ngerjain aku denger suara sangau dari kamar sebelah. Tambah bahagialah aku.

Alhamdulillah tugas selesai dan ada tugas lagi. Marketing Dipo Milko. Rencana hari ini ke SMA 3, SMA 5 dan SMA 1 bersama 1 rekanku. Alhamdulillah SMA 3 dan SMA 1 tembus. ditengah kesumuk-an jalan. Aku nggodain rekanku, karena rekanku cowok dan sepertinya masih bekum punya pasangan. tapi, aku nggak ngodain yang macem-macem. Aku nggodain dia untuk ngelirik siswa SMA yang cantik0-cantik.
kurang lebih seperti ini pembicaraanku.

   "mas, adik e ayu  banget" begitu kataku. tapi dia malah nunduk. dihatiku berkata witdjan, cah iki. Tapi tanpa diduga dan tanpa dinyana.
    "seng ndi din?"kata-kata itu keluar dari mulut temenku. Seketika itu aku tersenyum dan aku tunjukin adik yang mana yang cantik. hehehe

Pulang marketing aku sudah ditunggu mbak kos ku yang jauh dari pekalongan maen ke Semarang. melepas kekangenan dengan kegilaan. bertambah lagi kebahagiaanku. makasih mba. Jam 12 aku pergi ke Samsat, belajar bersama dengan bu N dan bu W. Alhamdulillah ibu-ibu sudah sampai Iqro 4, mulai yang lebih sulit, tapi bisa. Sampai mad LAyyin dan mim sukun. Kedua ibu ini lancar banget dna aku bahagia.

sepulang dari samsat pergi ke toko eiger bersama adik kos yang pengen beli sendal gunung. Melihat orang lain bahagia, aku jadi tambah bahagia. setelah dapat sendal, kita langsung pulang, rencana aku dan dia berangkat Kajian MPI, tapi rasa kantukku  menghinggapiku dan ternyata tanpa sadar aku diapeli penyakit itu. oh tidak. tidur baru 30 menit, eh, HP bergetar. Dari Mbak In, mbak ku tercinta. Mbak in yang biasanya cara bicaranya blak-blakan eh, halus banget pas telpon. Akhirnya lama-lama mbak in keluar blak-blakannya. hehehehe..akhirnya mataku langsung terbelalak bangun dan malah curhat-curhatan. Mbak in, Mas gik, Roi. woooo..Aku kangen. Sayang acara makan-makan minggu depan aku gak bisa pulang. Aku ujian..... Mbak in cerita mau wisata ke Astana Giri Bangun, trus ke PGS dan Klewer. Weiz, aku pengen nyusul ke PGS-nya. biar dibeliin sesuatu.hehehe... 

telpon muter-muter dari mbak in ke Roi-keponakanku. hm, kalau ditelpon, Roi pasti nggak semangat denganku, dia marah karena aku nggak pulang-pulang. Akhirnya dilempar teleponnya ke Mas Gik-kakak iparku. weiz, mas Gik mau ngajarin aku nyetir bos.... Pengeeeeeeeeen.. Tapi kapan?? aku gak pulang2.

tanpa sadar, yang ngapelin aku pergi. mungkin karna kucuekin dia. ku tinggal curhat dengan keluarga tersayangku. Hm, aku dapat obat untuk penyakit ini Telpon Keluarga.

Alhamdulillah.... Jangan ngapelin aku lagi ya...

Sabtu, 07 April 2012

Fastabiqul Khoirot


Belajar di waktu kecil bagai mengukir diatas batu
Belajar sesudah dewasa bagaikan mengukir diatas air

Syair diatas merupakan lagu favoritku di masa TPA dulu. Kalau lagu itu dinyanyikan, aku berani mengeluarkan suara yang paling keras dan paling merdu dari mulut mungilku dulu. Walaupun dulu aku tidak tahu maksud dari lagu itu. Yang ada difikkiranku dulu hanyalah aku suka lagu ini karena nadanya indah.

Sekarang, di usiaku yang hampir menginjak 22 tahun, aku mengalami kebenaran, kenyataan dari lagu itu. Kenyataan ini bermula dari sms dari salah satu mbak kosku yang minta tolong padaku untuk mengajar mengaji (baca al-qur’an)ibu-ibu yang bekerja di Samsat Banyumanik. Pada awalnya aku ragu, karena aku belajar baca Al-qur’an tidak menggunakan metode khusus. Hanya tartil biasa yang diajarkan ustadzku dulu sewaktu aku berusia 3tahun. Dan dilanjutkan dengan pelatihan ustadz-ustadzah yang diselenggarakan oleh BKPRMI Bojonegoro. Hanya tartil saja. Sedangkan setelah aku di Semarang, aku baru tahu kalau ada metode tsaqifa, qiroati. Khusus untuk qiroati, aku sudah tahu semenjak duduk di bangku kelas XII SMA, tapi lidah ku sudah terbiasa dengan tartil, sehingga untuk pindah haluan ke qiroati tidak mudah. Sehingga aku memutuskan untuk tetap berada di jalan tartil. Setelah dengan perlobian dan perbincangan via sms yang panjang, akhirnya aku menerima tawaran dari mbak kos dan bismillah, semoga bermanfaat.

Hari pertama belajar yaitu hari sabtu, 24 Maret 2012 jam 13.30 WIB di salah satu aula Samsat Banyumanik. Dua ibu yang semangat, sebut saja Bu W dan Bu N. Keduanya sudah berumur 48. Sebelum dimulai belajar, jauh-jauh hari aku sudah membeli Iqro’ lengkap dari jilid 1 hingga 6. Ternyata buku pedoman yang dipegang ibu W dan ibu N juga sama. Setelah majlis ku buka, kami saling berkenalan. Ibu N menceritakan bahwa beliau dulu lancar membaca Al-Qur’an, tapi karena pekerjaan dan urusan rumah tangga yang tidak sedikit, mengakibatkan ibu N jarang membaca Al-Qur’an hingga tidak sempat membaca Al-Qur’an. Sekarang giliran waktu senggangnya sudah banyak dan beliau ingin membaca Al-Qur’an, lidahnya terasa kaku dan tak bisa membaca Al-Qur’an. Karena itu beliau ingin belajar dari awal, dari Iqro’ 1. Mendengar cerita dari ibu N, aku teringat perkataan pak Kyai ku di kampung, yang dulu pernah memberi wejangan kepada murinya bahwa “Di dalam Al-Qur’an itu terdapat banyak keajaiban dan kemanfaatan bagi pembacanya. Seorang yang telah lancar membaca Al-Qur’an, coba saja tidak membacanya selama lima tahun, pasti ketika hendak membacanya akan kesulitan. Jangankan lima tahun, baru tidak membaca satu bulan pun, orang yang awalnya lancar, pasti akan grutal-gratul.”

Demikian tadi kisah dari bu N yang tidak jauh beda dengan bu W. Untuk bu W ini, beliau dulu juga sudah bica membaca Al-Qur’an, bahkan setelah beliau sadar kalau bacaannya banyak yang terlupa, beliau sering memanggil mahasiswi UNDIP untuk mengajari bu W. Tapi ketika bu W masih semangat, kendalanya adalah mahasiswi yang mengajari bu W waktunya lulus dan pulang kampung. Pengalaman seperti itu bukan hanya sekali bu W alami, tapi sudah berkali-kali.

Setelah bertaaruf, kami langsung menyabet iqro’ kami masing-masing dan mulai membaca jilid 1. Seperti yang telad dikatakan di depan, ibu-ibu ini sudah pernah belajar mengaji. Akhirnya pada hari pertama kami membaca bersama dan pada hari itu berhasil sampai halaman 34. Dan aku hanya menyimak dan membenarkan lafadz dari ibu-ibu cantik itu. Mungkin emang karena sudah lidah orang berumur, untuk mengucapkan Tsa membutuhkan usaha yang sangat keras. Setelah diulang-ulang akhirnya kedua ibu ini bisa mengucapkan Tsa dengan benar. Yakni lidah digigit sedikit. Ketika sampai di huruf Ja, itu juga merupakan kesulitan yang sama bagiku. Karena pengucapannya harusnya tak ada udara yang keluar dari mulut. Aku sendiri masih belajar untuk pengucapan huruf ini. Kesulitan demi kesulitan dalam pengucapan semakin menjadi, ketika menginjak halaman 9 dan 10, yakni ha, kho. Ku sampaikan untuk ha bersih dan untuk Kho itu kotor. Perlahan, tapi pasti. Akhirnya bu W dan bu N bisa mengucapkan kedua huruf itu.  Berlanjut ke halaman berikutnya dan berikutnya. Huruf selanjutnya yang harus dibenarkan untuk lidah ibu-ibu ini adalah sa dan sya. Dengan mudah bu W dan bu N mengingat kedua huruf ini, tidak perlu waktu yang lama seperti ha dan kho tadi. Merupakan satu kebahagiaan tersendiri bagiku. Bisa melihat senyuman dari bu W dan bu N ketika pengucapan huruf Tsa, Sa dan Sya dengan baik dan benar.

Ternyata kesulitan tidak berhenti di huruf Sya, dalam perjalanan ke halaman 17 hingga 21 kami melewati kesulitan yang menurutku memang tidak mudah ditakhlukkan. Yaitu dari huruf Sho, Dho, Tho, Dzo. Aku sendiri masih susah untuk menata lidah untuk Dho dan Dzo. Untuk Dho, ujung lidah digigit di gigi geraham. Sedangkan untuk Dzo, lidah diruncingkan kedepan. Dan kesulitan lagi adalah A dan Qo. Untuk huruf yang memerlukan penekanan ini, tidak mudah untuk dilafadzkan oleh bu W dan bu N. Akhirnya aku mengatakan “untuk sementara A dan Ko dulu bu, sambil berjalan sembari dibenarkan sedikit-sedikit”.

Di hari pertama kami belajar hingga jam 15.30 WIB, melihat semangat ibu-ibu ini aku senang dan tidak tega untuk mengatakan “sudah ya bu”. Jempol yang ku punya ku acungkan untuk kedua ibu ini. Walau usia beliau sudah tidak muda lagi, beliau masih semangat untuk belajar membaca Al-Qur’an. “Tholabul 'ilmi fariidhotan ‘alaa kulli muslimin(Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim). Tuntutlah ilmu dari belaian ibu hingga liang lahat”

Sepulang dari Samsat, aku sangat bersyukur karena aku belajar membaca Al-Qur’an sejak balita dan bukan hanya belajar membaca, tapi aku juga belajar menulis arab. Karena menulis arab tidak semudah menulis alphabet. Butuh perasaan dan keindahan serta ketepatan. Penulisan Ba dan Na yang berbeda cengkungnya. Penulisan Ro dan Za yang juga berbeda. Bukan hanya berbeda karena adanya titik di Za, tapi bentuk dari Ro dan Za sebenarnya berbeda. Terimakasih Ustadz-Ustadzahku yang telah mengajariku baca tulis Al-Qur’an. Terimakasih Mak e, yang telah menyerahkan pendidikanku ke tangan yang benar. Rasa syukurku tak berhenti di sana. Aku pun bersyukur karena aku berada di lingkungan yang InsyaAlloh selalu memuiakan Al-Qur’an. Setiap hari lantunan ayat suci Al-qur’an selalu terdengar dari kamar ke kamar. Sehingga memacuku untuk menyalakan semangat baca Al-Qur’an, dan dengan tekad “Fastabiqul Khoirot” Berlomba-lomba dalam kebaikan. 

Selasa, 03 April 2012

Hanya Rekan Bisnis

Dilema, itu mungkin kata yang tepat ketika mendapat kabar bahwa proposal wirausaha kami diterima. Bingung, antara Alhamdulillah dan Astaghfirulloh, yang mana yang harusnya aku ucapkan. Alhamdulillah, karena usaha dari seorang yang hanya ku kenal namanya itu berhasil dan dipercaya DIKTI. Astaghfirulloh, karena aku harus berinteraksi langsung dengan lelaki yang lebih faham agamanya, yang biasa disebut dengan ikhwan. Selama ini aku selalu berinteraksi dengan laki-laki, bahkan aktifitasku di Resimen Mahasiswa mayoritas laki-laki. Dan disana aku menemukan kebahagiaan, aku mendapatkan teman yang banyak yang peduli dan sangat respect satu sama lain. Terlebih Yudha XXXII, yudhaku. Yang terdiri dari lima belas orang dari berbagai jurusan di UNDIP. Masih lekat dikenanganku, ketika aku sedih dan aku cerita ke salah satu temen seyudhaku, posisi ba'da maghrib. Tanpa ku duga, dia sudah berada di depan kosku. Menanyaiku ada apa dan kenapa sampai sesedih itu. Dan akhirnya aku pun menceritakan semuanya hingga tanpa sadar aku meneteskan air mata didepannya. Seperti itulah Wahyu yang sangat peduli denganku dan ke-14 temanku yang lain. Tak hanya itu, jika ada tugas kuliah pun, jika ada yang perlu bantuan, kami pun bahu membahu untuk saling membantu. Sempat dulu Wahyu minta bantuan untuk mencarikan bahan untuk makalahnya, yah, sebagai mahasiswa D3 Perkapalan, dia terlalu sibuk dengan tugas gambarnya. Selain itu, sikap maskulinnya sangat terlihat dengan hobinya yaitu balap motor. Pernah dia bercerita tentang tawuran yang dia lakukan hanya karena salah satu temannya disakiti. Pernah pul;a aku keliling toko baju menemaninya untuk membelikan baju pacarnya. Sekarang dia sudah jauh di Cilegon, bekerja di salah satu galangan. Tapi, komunikasi kami masih berjalan. Beda lagi dengan Heri, yang selalu sms tiap malam, walau terkadang itu nggak penting. kadang dia cerita kalau dia sedang umbelen, tapi itulah yang membuat kami terasa satu dan keluarga. berteman dengan mereka sangat bermakna, mereka sangat melindungi kami (endah, ulya, aku dan mbak ayu). Jika diantara cewek ada yang sakit, mereka siap untuk menghadapi orang yang menyakiti kami. Sikap mereka yang seperti itu membuatku kagum dengan sosok lelaki yang sangat menghargai, menghormati dan melindungi wanita. Sebagai kaum adam yang kurang ahli di bidang cuci-setrika dan jahit menjahit, sering pula aku membantu mereka. walau hanya mencuci dan menyetrika seragam mereka atau menjahitkan celana seragam mereka yang sobek karena kegiatan yang ekstrim. Dan yang seperti itu sering kami lakukan.

Tapi ini beda, aku belum pernah berteman dan berinteraksi langsung dan dalam rentan waktu yang lama dengan ikhwan. Apa mereka juga mempunyai sikap seperti teman-temanku? Carut marut rasanya. Pertama aku bertemu mereka, aku bertingkah biasa dan aku menghargai mereka sebagai orang yang faham ilmu. Semakin kesini aku semakin akrab dengan mereka, dan untuk menumbuhkan rasa kenyamananku dengan mereka, aku sering bercanda dengan mereka. Selain itu pernah  ku tulis dalam sms dan di catatan Fb grup kami  yang intinya aku berharap kita bisa menjadi teman bahkan keluarga. karna dengan adanya rasa keluarga pasti akan terasa memiliki, peduli dan saling merasa. Mungkin ini terlalu muluk-muluk. Tapi jika rasa kekeluargaan itu sudah ada, pasti rasa nyaman itu muncul. Mungkin aku egois, karna seperti terlalu memaksakan kehendakku.

Semakin berjalan usaha kami, semakin terlihat karakter masing-masing dari kami. Karakterku yang terlalu keras. Dan teman-temanku yang mempunyai karakter beda pula. Semua karakter teman-teman ku baca satu persatu dengan analisis ku sendiri. Hingga hari Ahad kemarin, 1 April 2012. Benar-benar aku merasa berbeda. Ku putar ulang kejadian-kejadian yang terjadi sebelum hari itu. Memang ada yang beda. Setelah berinteraksi kurang lebih 4-5 bulan, ternyata belum timbul rasa saling memiliki, saling merasa dan saling peduli. Kehadiran satu teman itu sangat penting bagiku, apalagi di moment yang penting ini, yang katanya ini merupakan salah satu tanggung jawab dari kami. Selain itu, ketidakberangkatan salah satu anggota pasti ada yang melatar belakanginya. Apalagi dia sudah faham agama, pasti lebih faham tentang tanggung jawab. Mengapa kepedulian itu tidak muncul? Mengapa tidak ada yang memikirkan kenapa dia tidak berangkat? Apakah teman-teman sibuk dengan urusannya masing-masing hingga terlupa dengan satu anggota ini? 

Terlalu lama otakku jalan-jalan, memikirkan ada apa dengan dia dan ada apa dengan mereka hingga hampir tidak memperdulikan dia? Hingga hari itu berlalu aku tetap memikirkan apa yang sebenarnya terjadi, atau apa yang kurang atau apa yang salah. Bukan siapa yang kurang dan bukan siapa yang salah. Hingga pada suatu malam aku cerita dengan kawanku yang jauh disana. Dan dia mengatakan "karena kalian bertemu dengan niat awal bisnis. Dan Kalian itu Rekan Bisnis bukan Teman". Akhirnya aku temukan jawaban semuanya. Akhirnya aku tahu dan aku bisa menemukan titik terang mengapa mereka seperti itu. ya, itu jawabannya. Kami hanya REKAN BISNIS.